Andai saja setiap warga di negeri
ini berpikiran seperti Sukarno, saya pikir tak akan terlalu emosi untuk memahami
makna tersirat dari puisi Ibu Indonesia karangan Sukmawati. Ah, itu kan karena Sukarno bapaknya
Sukmawati? Saya duga pertanyaan sumbang kaya begini akan mengalir deras dengan
sendirinya.
Its oke, tapi saya berani jamin. Semisal Sukarno
masih hidup dan Sukmawati bukan anak biologis Sang Proklamator, tak akan sulit
bagi bung Karno untuk memahami maksud tersirat dari puisi Sukmawati. Apa sebab?
Karena sekitar 73 tahun yang lalu Sukarno pernah bilang "dasar pertama, yang
baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar Kebangsaan. Kita mendirikan
satu Negara Kebangsaan Indonesia."
Bagi sukarno, dalam mendirikan Negara
Indonesia kebangsaan lah yang lebih didahulukan ketimbang agama atau ketuhanan yang ia anut. “Saya
minta, Saudara Ki Bagoes Hadikoesoemo dan Saudara-saudara Islam lain,
maafkanlah saya memakai perkataan kebangsaan ini (sebagai dasar negara)! Saya pun orang Islam,” lanjut
Sukarno.
Bagi bung besar
ini, Pancasila yang terdiri dari 5 sila dasar pertamanya ialah kebangsaan. Bukan
Ketuhanan. Pada awalnya, urutan Pancasila ialah; 1. Nasionalisme/Kebangsaan
Indonesia; 2. Internasionalisme/Prikemanusiaan; 3. Mufakat/Demokrasi; 4. Kesejahteraan
Sosial; 5. Ketuhanan yang berkebudayaan. Nah,
inilah konsep asli pancasila yang disampaikan Sukarno pada 1 Juni 1945 di depan
sidang BPUPKI. Dalam buku Filsafat
Pancasila menurut Bung Karno, jika pancasila diperas
menjadi 3 butir atau trisila, Sukarno bilang pancasila menjadi “Sosio nasional:
nasionalisme dan internasional. Sosio demokrasi: demokrasi dengan kesejahteraan
rakyat. (dan) Ketuhanan.” Jika mau diperas atau diekstrak lagi, “Trisila menjadi
ekasila atau satu sila, yang intinya adalah gotong royong,” kata ayah Sukmawati
ini.
Jadi, dasar Negara pertama, yang utama dan yang baik bagi Sukarno ialah kebangsaan (dalam artian lain
bekerjasama-bergotongroyong), bukan Ketuhanan. Bahkan Ketuhanan diletakkan
di nomor terakhir dari urutan pancasila.
Kebangsaan yang termaktup dalam buku
Filsafat Pancasila menurut Bung Karno ialah
Negara yang ada untuk semua golongan, entah itu Islam, Kristen, Hindu, dan
agama-agama lainnya. Karena kebangsaanlah yang akan dapat mempersatukan
semuanya, tak hanya semua agama tapi juga semua etnis yang ada di bumi pertiwi
ini.
Puisi sukmawati pun menurut saya bicara
pada konteks kebangsaan. Sari konde Indonesia memang lebih indah dari cadar
dalam perspektif kebangsaan. Sebab, sari konde bersifat universal untuk semua
warga Indonesia. Ia bisa diterima oleh semua warga Indonesia, sedangkan cadar
belum tentu bisa diterima oleh semua WNI. Umat muslim saja (yang perempuan), tidak
semuanya menerima cadar sebagai pakaian, apalagi umat non muslim. Dalam konteks
ini, sari konde tentu lebih ‘cantik’ dari cadar.
Puisi Sukmawati jadi kontroversi
menurut saya, karena kita masih menganggap prioritas bersikap dalam berbangsa adalah
agama, bukan kebangsaan itu sendiri. Padahal kebangsaan itu adalah tempat
berpijak semua orang di negeri ini. Jika ia pecah, maka umat beragama juga yang
akan rugi. Umat beragama tak akan lagi nyaman beribadah. Seperti yang terjadi
di Iraq dan Suriah, yang sebagian warganya lebih ngotot memprioritaskan pendirian Negara khilafah,
yang ujung-ujungnya perang berkepanjangan.
Dengan terpaksa saya akui, bahwa kebangsaan
kita sebagai warga negeri ini memang
kurang berkualitas. Mungkin saja Pancasila yang kita pelajari selama ini hanya
sebatas hafalan, tanpa makna dan pemahaman folosofis yang mendalam.
Saran saya, buka dompet, siapkan uang
puluhan ribu, buka situs toko online, lalu beli buku Filsafat Pancasila menurut Bung Karno. Setelah beli, baca
pelan-pelan, resapi pesan-pesan dan makna buku tersebut ketika lagi nyantai maupun pas lagi eek. Sekian.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar