Jagat raya Indonesia lagi heboh. Rocky Gerung, salah
satu pengajar mata kuliah filsafat Universitas Indonesia di acara Indonesian
Lawyer Club bilang, “kitab suci itu fiksi.”
Banyak yang tak terima, tapi banyak juga berusaha
menerima argumen Rocky itu. Tapi, yang menarik buat saya bukan masalah kitab
suci yang disebut fiksi oleh Rocky. Tapi argumen Rocky yang nyebut bahwa fiksi itu baik, sedangkan
yang buruk itu fiktif.
Saya cukup heran juga, sejak kapan sebuah kata bisa
dihakimi dengan penilaian baik-buruk? Bukankah kata fiksi yang merupakan kata
benda dan fiktif yang merupakan kata sifat hanyalah sebuah penanda dalam
bahasa? Bagaimana bisa kata benda ujug-ujug menjadi baik dan kata sifat
tiba-tiba jadi buruk. Wah, parah nih!
Oke,
tapi baiklah. Seperti saat saya menerima permohonan maaf mantan pacar, buat sementara saya terima
pendapat Rocky tentang fiksi (kata benda) sebagai sesuatu yang baik dan fiktif (kata
sifat) sesuatu yang buruk.
Dengan segenap kekuatan bulan dan energi alam gaib, saya
coba mengaktifkan imajinasi saya. Pendapat Rocky terkait fiksi dan fiktif ini saya lanjutkan pada kata yang berbeda. Nah, saya hanya akan ambil yang
baik-baiknya saja.
Di dunia nyata, Afgan seorang penyanyi kondang yang terkenal
karena lagu ‘sadis’ tergopoh-gopoh menemui sang pencipta lagu. Afgan baru tahu bahwa
kata ‘sadis’ yang merupakan kata sifat, itu konotasinya buruk. Dia bilang ke
Bebi Romeo, “mas, tolong ganti judul lagunya. Mulai hari ini sadis itu buruk,
yang baik itu kesadisan.”
Lalu, sejarah akan mencatat, Bebi Romeo pernah
menciptakan lagu berjudul Kesadisan yang diawali dengan lirik “terlalu
kesadisan cara mu…”
Di tempat lain, lagu girlsband Cherybell yang berjudul Beautiful berubah judul jadi Beauty.
Liriknya pun berganti dari “don't cry, don't be shy,
kamu cantik apa adanya sadari, syukuri, dirimu sempurna,” menjadi “don't cry, don't be shy,
kamu kecantikan apa adanya. Sadari, syukuri, dirimu kesempurnaan.”
Di bioskop-bioskop bisa saja sebagian dialog film berubah. “Rangga apa yang kamu lakukan
ke saya itu kejahatan!”
“Yaelah
cin... Kagak usah diubah jadi kata
benda kalee. Udah bener yang kemarin
itu pake diksi jahat (kata sifat),”
kata Rangga meluruskan.
Tapi jika ada yang sadar dengan dunia imajinasi yang
konyol ini, mungkin begini kejadiannya; “Milea kamu kecantikan. Tapi aku belum
mencintaimu. Gak tau kalau sore.
Tunggu aja,” kata Dilan pada Milea.
“Jadi menurut kamu aku sok kecantikan gitu? Dasar, semua cowok sama! Selalu
salah menilai perempuan!”
"Kalau mencintaimu adalah kesalahan, ya sudah
biar aku kesalahan terus saja." Sanggah Dilan.
“Milea, mulai hari ini (kata benda) kesalahan itu baik dan (kata sifat) salah itu buruk.”
“Lu mabok ciu? Sejak kapan kata benda berarti baik dan kata sifat menjadi buruk? Dilan. Udah pada ngopi belum? Ngopi apa ngopi! Woi!!!”
Kekacauan peradaban bahasa ini saya pikir akan
berlanjut jika saya tetap berkiblat pada kata sifat yang dianggap buruk dan
yang baik itu kata benda.
Berkaca pada kekacauan logika Rocky tersebut, menurut saya Rocky tak cucok jadi pemikir. Beberapa argumennya kadang menyiksa logika sehat. Salah satu nya ialah tentang penilaian baik dan buruk pada kata fiksi dan fiktif.Argument lainnya ialah tentang jalan tol.
Ia pernah bilang; membangun demokrasi bukan dengan
jalan tol tapi dengan jalan pikiran. Yaelah
pak, pak! Cebong sekolam juga tahu. Membangun demokrasi memang salah satunya
dengan pikiran, bukan dengan jalan tol. Pemerintah sekarang membangun jalan tol
bukan membangun demokrasi, tapi menegakkan sila kelima dari Pancasila: Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kalau di tanah Jawa banyak jalan tol, di Papua, Sulawesi
juga harus dibangun pula jalan tol. Ini bicara keadilan sosial bung! Pak Rocky sih, gak
pernah ngerasain hidup di luar jawa.
Hidup di luar jawa itu berat pak, lebih berat dari
rindu Milea ke Dilan. Harga-harga gak
sama dengan di Jawa. Ada selisih harga yang lumayan tajam.
Coba bapak.beli deh,
rokok Sampurna Mild atau Indomie goreng di Jawa dengan di papua. Harganya pasti
tak sama. Karena apa? Karena anda sedikit ngawur, pak Prov(okator) Rocki!
Eh
salah.. Karena pabrik indomie dan Rokok dibangun di Jawa. Untuk distribusi ke
Papua, butuh perjalanan panjang yang butuh banyak biaya. Ditambah dengan
ketiadaan jalan tol, distributor pasti akan menaikkan harga produk berkali-kali
lipat dengan harga yang ada di Jawa.
Jadi, jangan tuding Presiden sedang bangun demokrasi
pakai jalan tol. Beda itu. Pukulan retorika Rocky keliru.
Daripada main pukul retorika pada pemerintah,
sebaiknya Rocky adu tinju saja. Menurut saya, Rocky lebih cocok jadi petinju
ketimbang pemikir.
Nanti enak dengernya
kalo Rocky jadi petinju. Imajinasi saya aktifkan kembali, kira-kira bakal ada
dialog kaya gini, "yak di sisi kanan ada Joko Wis Bedo sebagai penguasa
arena dan juara bertahan. Di sisi kiri ada penantang baru; Rocky...
GARAAAANG!"
Sebelum pertandingan tinju dimulai, Joko Wis Bedo, berbisik sesuatu ke Rocky. "Kalau bisa jawab pertanyaan saya, nanti dikasih hadiah sepeda."
Rocky nyahut "apa pertanyaannya?"
Dengan tatapan serius, petinju Joko Wis Bedo tanya, "kitab suci fiksi atau bukan?"
“Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, kitab suci itu adalah fiksi ,” jawab Rocky.
Tiba-tiba, GEDEBUK!! Rocky jatuh.
“Selamat datang di dunia imajinasi,” kata Joko Wis Bedo, setelah melayangkan tinjunya tepat di kepala Rocky Garang.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar